Mengambil momentum
kelahiran manusia agung ini, di Iran maulid Nabi Muhammad Saw
diperingati sebagai "Pekan persatuan" yang dimulai dari 12 Rabiul Awal
hingga 17 Rabiul Awal. Muslim Sunni memperingati maulid Nabi tanggal 12
Rabiul Awal, sedangkan Muslim Syiah memperingatinya tanggal 17 Rabiul
Awal. Perbedaan itu bukan menjadi faktor pemecah belah, tapi sebaliknya
justru menjadi pemersatu.
Demi
merekatkan persatuan umat Islam di Tehran baru-baru ini digelar
Konferensi Internasional Persatuan Islam ke-27 yang diselenggarakan
tanggal 17-19 Januari 2014. Konferensi ini mengusung tema"Al-Quran dan
Perannya dalam Memperkuat solidaritas di antara Umat Islam serta isu
Palestina." Hadir dalam pertemuan tersebut sejumlah ulama dan
cendekiawan Muslim dari berbagai negara dunia seperti, Indonesia,
Malaysia, Mesir, Irak, Lebanon, Arab Saudi, Thailand, Suriah, Aljazair,
Inggris, Amerika Serikat, Australia, Uganda, Tunisia, Belanda, Qatar,
Yaman,RusiadanYunani.
Pemimpin
Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei
memandang masalah terpenting dunia Islam saat ini adalah
persatuan.Pernyataan tersebut ditegaskan Rahbar dalam pidatonya
memperingati pekan persatuan, yang mengambil momentum maulidNabi
MuhammadSaw dan kelahiran Imam Shadiq. Di hadapanpara pejabat, tamu
asing peserta Konferensi Persatuan Internasional ke 27, para duta besar
negara-negara Islam serta berbagai lapisan masyarakat,Ayatullah
Khameneihari Ahad (19/1) menjelaskan urgensitas persatuan di dunia
Islam. Beliau menekankan, "Memerangi setiap anasir anti persatuan
merupakan kewajiban besar bagi Muslim baik Syiah maupun Sunni."
Munculnya gerakan ekstrim yang mengatasnamakan Islam serta kelompok
teroris di tingkat global merupakan hasil dari strategi adu
dombaantarmazhab yang dipelopori oleh ideologi takfiri. Selain itu,tidak
boleh dilupakan dukungan kekuatan hegemonik global dan rezim diktator
yang berkedok Islam terhadap kelompok takfiri.
Ayatullah Khamenei dalam pidatonya menyebut kebangkitan Islam yang
terjadi di kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah sebagai fenomena getir
bagi musuh. Untuk itu, kekuatan hegemonik menyulut friksi antarmazhab
Islam demi mencegah kebangkitan Islam bangsa-bangsa Muslim di kawasan.
Di abad 21, strategi adu domba musuh terhadap umat Islam tampil lebih
lunak, khususnya ketika menghadapi gerakan Kebangkitan Islam. Menurut
Rahbar, pembagian Sudan dan berbagai transformasi yang terjadi di Libya
serta Mesir merupakan kepanjangan dari strategi penghancuran persatuan
di Dunia Islam.
Kaum imperialis
membidik persatuan Islam dengan memanfaatkan berbagai ideologi
menyimpang seperti takfiri dengan tujuan merusak setiap upaya untuk
merealisasikan terwujudnya persatuan umat Islam. Salah satu bentuk nyata
dari upaya ini adalah gerakan untuk menghancurkan identitas bangsa
Islam, seperti yang telah diterapkan kepada bangsa Palestina. Pemimpin
Besar Revolusi Islam Iran menjelaskan, "Imperialis global selama 65
tahun berusaha keras menghapus nama Palestina, namun mereka gagal karena
di saat-saat yang sensitif seperti perang 33 hari di Lebanon, 22 hari
dan 8 hari di Jalur Gaza, umat Islam menunjukkan bahwa mereka masih
hidup. Meski Amerika Serikat mengalokasikan dana besar-besaran dalam
kasus ini, namun umat Islam berhasil menampar muka rezim ilegal Israel."
Menurut Ayatullah Khamenei, salah satu petaka dunia modern adalah
munculnya orang-orang yang secara terang-terangan mendukung kejahatan
dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Penindasan bangsa Palestina
oleh rezim Zionis akan terus berlanjut dengan dukunganAmerika Serikat
dan Barat. Lembaga-lembaga internasional hingga kinibelum mampu berbuat
banyak. Untuk itu, dunia Islam,memikul tugas penting terhadap masalah
Palestina. Rahbar menandaskan,"Kami percaya bahwa dunia Islam tidak akan
mengabaikan isu Palestina dan mengecam rezim penjajah dan para
pendukung mereka."
Ayatullah
Khamenei dalam pidato lainnya menegaskan urgensi dukungan umat islam
terhadap perjuangan bangsa Palestina, dan menyebut perlawanan terhadap
Israel sebagai prinsip Iran dan umat Islam dunia. "Agenda Palestina bagi
Republik Islam bukan sebuah taktik, tapi sebuah prinsip yang berpijak
dari keyakinan Islam. Kita berkewajiban untuk mengeluarkan wilayah ini
dari cengkeraman rezim agresor [Israel] dan negara pendukungnya di
dunia, kemudian menyerahkannnya kepada bangsa Palestina; Inilah
kewajiban agama; kewajiban seluruh Muslim; kewajiban seluruh pemerintah
Islam; sekali lagi inilah kewajiban Islam."(Pidato Ayatullah Khamenei,
25/5/1391 Hs).
Di bagian lain pidatonya, Pemimpin
Besar Revolusi Islam Iran menyoroti potensi besar dunia Islam dari
berbagai sisi seperti ekonomi, politik, etnis, bahasa, geografi dan
mazhab yang menjadi titik persamaan dunia Islam yang menekankan
persatuan. Unsur ini menjadi faktor penting pembentuk kekuatan lunak
umat Islam yang mampu mempersatukan Dunia Islam dalam menghadapi
konspirasi dan ancaman musuh. Namun potensi ini masih belum mampu
dicerna dan digali oleh umat Islam sendiri.
Faktor yang membuat umat Islam belum mampu menggali kapasitas tersebut
harus dicermati dari pergerakan musuh yang senantiasa berusaha
menghancurkan persatuan di antara umat Muslim. Musuh tidak pernah diam
menyaksikan persatuan di antara Muslim. Namun yang lebih penting dalam
kasus ini adalah kelalaian para cendikiawan akan urgensitas persatuan
Islam. Hasil dari dua gerakan merusak ini adalah hancurnya stabilitas
dan keamanan negara-negara Islam.
Ironisnya sejumlah pemerintah di dunia Islam malah mempersiapkan
perpecahan mazhab, konflik sosial di tengah masyarakat Islam dengan
mendukung ideologi takfiri ketimbang memupuk persatuan. Oleh karena itu,
Rahbar menyebut tugas menciptakan persatuan berada di pundak para
cendikiawan, ulama dan elit politik. Beliau menjelaskan, elit politik
harus menyadari bahwa kemuliaan dan kehormatan mereka sangat bergantung
rakyat dan bukannya pada pihak asing.
Kini dunia Islam tengah menghadapi ancaman terbesar dalam bentuk adu
domba yang dilancarkan para musuh. Dalam kondisi demikian, para ulama
dan cendekiawan di setiap negara memiliki peran penting dalam membimbing
masyarakat, terutama menghadapi maraknya para pengadu domba yang tidak
menghendaki terwujudnya persatuan.
Jalan untuk menyelamatkan umat Islam dari kondisi yang sulit saat ini
adalah mengikuti jejak Rasulullah Saw dan al-Quran. Ayatullah Khamenei
mengingatkan peran umat Islam saat ini, "Kini kita semua sebagai Muslim
berkewajiban untuk mewujudkan kebebasan sesuai pandangan Islam,
membebaskan bangsa-bangsa Muslim, terbentuknya pemerintahan merakyat dan
demokratis di seluruh dunia Islam, partisipasi seluruh lapisan
masyarakat dalam pengambilan keputusan mengenai nasib mereka dan
bergerak menuju penerapan syariah Islam, Inilah yang akan membebaskan
bangsa-bangsa [Muslim],". (IRIB Indonesia/PH)
SUMBER: IRIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar