Pengaruh krisis Suriah terhadap KTT ini baik itu sebelum maupun ketika sidang para pemimpin Arab ini digelar sangat kentara. Para pemimpin negara-negara anggota Liga Arab sebelum sidang resmi telah menggelar pertemuan tertutup dan sepakat untuk tidak membahas friksi antar negara-negara Arab kawasan Teluk Persia.
Friksi yang timbul di antara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (P-GCC) dipengaruhi oleh krisis Suriah, karena pemerintah Qatar pasca proses transisi kekuasaan dari Sheikh Hamad kepada putranya Sheikh Tamim telah mengubah kebijakannya dalam krisis Suriah dari intervensi aktif ke arah intervensi yang berhati-hati. Hal ini telah mengakibatkan ketidakpuasan anggota P-GCC lainnya khususnya Arab Saudi.
Ketidakpuasan Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain atas kinerja baru Qatar sangat serius. Bahkan ketiga negara ini tak segan-segan menarik duta besar mereka dari Doha.
KTT Liga Arab di Kuwait saat digelar benar-benar terpengaruh oleh krisis yang tengah berkobar di Suriah. Sabah Ahmad al-Sabah, emir Kuwait yang memimpin sidang ke 25 Liga Arab secara tak langsung mengkritik intervensi negara-negara Arab dalam krisis Damaskus dan memperingatkan siapa saja yang berpikir terhindar dari dampak krisis Suriah benar-benar berada dalam kekeliruan. Hal ini dikarenakan dampak dari krisis Suriah kini telah melampaui negara ini.
Sheikh Tamim bin Hamad, emir Qatar dalam pidatonya hanya mengisyaratkan secara singkat krisis Suriah dan sikap tersebut mengidikasikan bahwa ia lebih memilih bersikap lebih berhati-hati dalam menyikapi krisis Damaskus supaya jangan sampai bernasib seperti ayahnya.
Fokus emir Qatar terhadap isu Palestina secara tidak langsung mengindikasikan penentangannya terhadap kinerja Arab Saudi dalam krisis Suriah sehingga friksi antara Riyadh dan Doha dalam KTT ini semakin tampak jelas. Berbeda dengan strategi emir Qatar dan Kuwait, Pangeran Salman bin Abdulaziz, pangeran mahkota Arab Saudi dalam pidatonya kembali menekankan urgensitas dukungan terhadap kelompok teroris dan kubu oposisi Suriah.
Meski demikian Pangeran Salman mengakui keseimbangan kekuatan di Suriah menguntungkan negara ini. Sebelumnya, solidaritas dan kesamaan visi di antara negara-negara Arab terkait krisis Suriah sangat kuat, namun keberhasilan militer Sudiah di medan tempur, kejahatan nyata dan brutalitas kelompok teroris, korban besar akibat krisis ini serta kekalahan opsi militer dalam krisis Damaskus telah mendorong munculnya friksi di antara anggota Liga Arab.
Kini Arab Saudi dan mitra-mitranya mulai terkucil dalam KTT Liga Arab, bahkan friksi di antara negara anggota pun semakin tajam. Perbedaan dan friksi tersebut akibat krisis Suriah. Dalam hal ini, Arab Saudi dan negara yang sehaluan dengan Riyadh gagal menyerahkan kursi Suriah di Liga Arab kepada kelompok oposisi Suriah. Dan sampai saat ini kursi Suriah di Liga Arab masih tetap kosong. (IRIB Indonesia/MF/NA)
SUMBER : IRIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar