
VOAISLAM.COM - Sayidah Zainab al-Kubra dilahirkan di Madinah pada 5 Jumadil Awal
tahun 5 Hijriah. Ketika Sayidah Zainab lahir, Sayidah Fathimah Zahra as.
Berkata kepada Amirul Mukminin as., "Karena ayahku tengah bepergian,
tolong beri nama bagi anak ini. "Imam Ali as. Menjawab, "Aku tidak mau
mendahului ayahmu."
Setelah tiga hari berlalu,
Rasulullah saw, pulang dari perjalanan. Sebagaimana biasa, pertama
Rasulullah saw datang ke rumah Sayidah Fathimah Zahra as. Kemudian
beliau berkata, "Anak-anak Fathimah adalah anak-anakmu." Rasulullah saw
menunggu wahyu untuk memberi nama bayi tersebut. Kemudian Jibril turun
dan berkata, "Allah menyampaikan salam untukmu, dan dia berfirman, ‘Beri
anak ini nama Zainab, sebagaimana yang telah Kami tulis di Lauh
Mahfuz."
Kemudian Rasulullah saw mencium Sayidah
Zainab dan berkata, "Aku berpesan kepada umatku, baik yang hadir maupun
yang tidak hadir, untuk menghormati anak perempuan ini. Karena dia
sebanding dengan Khadijah Kubra." Kemudian Rasulullah saw. mendekap
Sayidah Zainab di dadanya dan meletakkan wajahnya yang mulia di
wajahnya. Tiba-tiba Rasulullah saw menangis. Begitu banyak air mata yang
mengalir hingga membasahi janggutnya. Sayidah Fathimah as. bertanya,
"Duhai ayah, mengapa engkau menangis?" Rasulullah saw. bersabda,
"Setelah kepergianku, anak ini akan mendapat musibah yang
bermacam-macam." Mendengar itu, Sayidah Fathimah as. pun menangis.
Pesan Rasulullah kepada umatnya untuk menghormati Sayidah Zainab karena
beliau ini serupa dengan Khadijah al-Kubra adalah dikarenakan peran
Sayidah Zainab tak berbeda jauh dengan peran nenek buyutnya tersebut.
Jika Sayidah Khadijah sejak awal penyebaran Islam banyak menderita
cobaan dan kesulitan serta dengan penuh berani membela agama ini,
Sayidah Zainab pun dengan kesabaran dan pengorbanannya yang tinggi
menanggung tekanan yang besar dan berjuang mencegah kehancuran Islam.
Sayidah Zainab adalah wanita yang memiliki wawasan dan pandangan
tinggi. Sejarah hidup beliau menjadi teladan bagi Muslimah maupun wanita
non muslim. Di antara keutamaan wanita suci ini adalah ketinggian dan
keluasan ilmunya. Dalam sejarah disebutkan bahwa ketika Sayidah Zainab
sa bersama keluarganya tinggal di Kufah di masa pemerintahan Imam Ali
as., para lelaki penduduk Kufah mendatangi Iman Ali as dan memohon
kepada beliau supaya putrinya, Sayidah Zainab sa, mengajarkan ilmu-ilmu
agama kepada istri dan anak-anak perempuan mereka. Iman Ali as, menerima
permohonan tersebut dan Sayidah Zainab sa pun mengajari mereka. Sejarah
membuktikan dalam tempo empat tahun atau lebih, banyak para perempuan
yang berguru dan belajar kepada beliau.
Pada suatu
hari Iman Ali as mendengar Sayidah Zainab sa mengajarkan tafsir
huruf-huruf muqatta'ah (yang terpotong-potong) dari al-Qur'an. Khususnya
tentang huruf permulaan surat Maryam, yaitu huruf "Kaaf, Haa, Yaa, Ain
Shaad". Seusai mengajar, Imam Ali as mendatangi beliau dan berkata
kepadanya: "Wahai cahaya mataku, tahukah bahwa huruf-huruf ini (Kaaf,
Haa, Yaa, Ain, Shaad) merupakan kunci rahasia peristiwa yang akan
menimpa engkau dan saudaramu Husain di padang Karbala?" Setelah itu
lantas Imam Ali as menjelaskan secara terperinci kepada beliau tentang
tragedi Asyura yang akan menimpanya.
Poin penting lain
terkait Sayidah Zainab adalah ketegasan beliau dalam mengambil
keputusan dalam berbagai kondisi. Beliau dengan baik mengetahui kapan
harus berbicara dengan lembut dan kapan harus tegas. Kapan harus
mencucurkan air mata dan kapan harus mengedepankan akal serta rasio.
Pidato tegas dan berapi-api Sayidah Zainab di istana Yazid bin Muawiyyah
di saat kepala suci sudaranya, Imam Huseain berada di depannya
menunjukkan kemampuan beliau tersebut.
Para pakar
terkait hal ini menulis, "Sikap dan reaksi Sayidah Zainab terhadap musuh
sangat mencengangkan. Beliau sangat keras menghadapi musuh, padahal
mereka tengah berada di puncak kekuasaan. Zainab adalah singa Bani
Hasyim. Dengan suara lantang dan kefasihannya dalam berpidato, Zainab
berhasil menggetarkan istana Bani Umayyah yang zalim. Pidatonya yang
berapi-api telah membuat malu Yazid dan kambrat-kambratnya."
Salah satu keutamaan Sayidah Zainab adalah keberaniannya yang besar.
Sikap beliau saat menghadapi musuh membuat banyak orang tercengang.
Dengan sepenuh hati, Sayidah Zainab bangkit memerangi penguasa zalim.
Zainab yang juga dikenal sebagai Singa Betina Bani Hasyim, layaknya kaum
pria berteriak dihadapan musuh, menghina mereka dan melecehkannya. Ia
tidak pernah merasa takut. Ia tidak takut menyaksikan kilatan pedang
para pembunuh yang belepotan darah.
Sayidah Zainab
saat berada di istana Ibnu Ziyad, gubernur Kufah duduk di pojok dan diam
tanpa menghiraukan pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Sikap beliau
ini merupakan pelecahan terhadap Ibnu Ziyad. Sayidah Zainab tak takut
menghina Ibnu Ziyad dan menyebutnya fasid dan bejat. Beliau berkata,
"Segala puji bagi Allah yang memuliakan kami dengan kenabian Muhammad
dan membersihkan kami dari segala kekotoran. Kalau kamu bilang kami
dipermalukan, sesungguhnya yang dipermalukan adalah orang yang fasik.
Kalau kamu bilang kami berbohong, sesungguhnya pelaku kezalimanlah yang
berbohong, bukan kami dan segala puji bagi Allah."
Saat berada di istana Yazid bin Muawiyah, Sayidah Zainab pun
melontarkan perkataan pedas terhadap penguasa zalim, pembunuh cucu
Rasulullah ini. Yazid dalam pandangan Sayidah Zainab adalah manusia yang
sangat rendah dan hina sehingga tidak layak menjadi orang yang diajak
bicara oleh beliau. Tapi beliau terpaksa berbicara dengan Yazid seraya
mengatakan, "Bila musibah menyeretku ke sini dan terpaksa harus bicara
denganmu, ketahuilah posisimu di mataku sangat rendah dan terhina.
Sehingga sulit bagiku untuk menegur dan mengritikmu. Tapi aku harus
bagaimana? Mata-mata kami menangis dan dada-dada kami terbakar.
Kriteria agung lain Sayidah Zainab adalah kesabaran tinggi beliau.
Sayidah Zainab harus menanggung dan menyaksikan peristiwa terberat,
terparah dan paling menyakitkan sepanjang sejarah, yakni tragedi
pembantaian saudara dan keluarganya, Imam Husain as di Padang Karbala.
Ketika Imam Husain as dan 72 sahabat-sahabatnya gugur di Padang Karbala,
segala kesulitan dan beban berat ini berada di pundak Sayidah Zainab.
Selain itu, beliau juga harus mengurus sisa-sisa keluarga Rasulullah
yang selamat dari pembantaian mulai dari Karbala hingga ke Syam dan dari
Syam hingga ke Madinah.
Sayidah Zainab menyikapi
tragedi Karbala dengan penuh kearifan. Sejak terjadinya tragedi Karbala
hingga hari wafatnya, Sayidah Zainab satu kali pun tidak pernah
mengucapkan kekesalan dan pengaduannya. Meski menghadapi peristiwa berat
dan mengenaskan di Padang Karbala, Sayidah Zainab senantiasa bersyukur
kepada Allah Swt. Peristiwa ini sangat terkenal ketika beberapa hari
setelah tragedi Karbala, Ibnu Ziyad di istananya dengan penuh celaan
berkata kepada Sayidah Zainab, Kini bagaimana kamu melihat apa yang
diperbuat Allah kepada keluargamu? Artinya kini kamu lihat kami yang
dimenangkan Allah dan kalian sekeluarga hancur dengan tubuh yang
tercabik-cabik. Dengan tenang Sayidah Zainab menjawab, "Aku tidak
menyaksikan kecuali keindahan."
Di antara kriteria
agung lainnya Sayidah Zainab adalah pengorbanan dan sifat pemaaf beliau.
Zainab lahir dalam keluarga yang dipuji Allah Swt karena sikap pemaaf
dan pengorbanan mereka. Dalam surat al-Insan ayat 8-9, Allah berfirman
yang artinya, "Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada
orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami
memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah,
kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima
kasih."
Suatu hari Imam Ali as membawa tamu ke
rumahnya dan ingin menjamunya. Ketika Imam Ali as bertanya kepada
Sayidah Fatimah adakah makanan di rumah untuk dihidangkan kepada tamu.
Sayidah Fatimah berkata, tidak ada makanan yang tersisa kecuali sedikit
makanan yang aku sisakan untuk Zainab. Saat itu, Sayidah Zainab yang
baru berusia empat tahun, kepada ibunya berkata, "Ibu! Berikan makananku
kepada tamu.
Puncak pengorbanan Sayidah Zainab dapat
disaksikan di Padang Karbala di hari kesepuluh Muharram (Asyura). Hari
itu, Zainab menyerahkan segala miliknya dengan ikhlas kepada Allah. Pagi
hari Asyura, Zainab dengan membawa dua anaknya, Muhammad dan Aun,
mendatangi Imam Husain as dan berkata, "Kakekku Ibrahim menerima kurban
Allah sebagai ganti dari mengorbankan Ismail. Saudaraku, hari ini
terimalah dua kurbanku ini. Dan jika kewajiban jihad tidak dicabut bagi
kaum wanita, aku akan korbankan ribuan kali jiwaku demi orang yang aku
cintai. Dan aku akan meminta dianugerahi kesyahidan ribuan kali."
Saat itu, Sayidah Zainab berkata, "Aku menginginkan anak-anakku maju
terlebih dahulu ke medan perang dari keponakan-keponakanku." Ketika dua
anak Zainab ini mereguk cawan syahadah setelah bertempur dengan musuh
dan jenazah keduanya yang berlumuran darah dibawa ke samping kemah,
seluruh wanita keluar dari kemah menyambutnya, namun Sayidah Zainab
tidak keluar dari kemahnya demi menjaga jangan sampai Imam Husain merasa
malu menyaksikan dirinya.
Pengorbanan Sayidah Zainab
tidak hanya sebatas itu, di detik-detik akhir dzuhur hari Asyura, ketika
berada atas kepala terpenggal saudaranya (Imam Husain as), Singa Betina
Bani Hasyim ini berkata, "Ya Allah! Terimalah hadiah dan kurban Ahlul
Bait Nabi-Mu ini." Munajat Sayidah Zainab ini menunjukkan puncak
keikhlasan dan pengorbanan beliau kepada dunia. (IRIB Indonesia)
SUMBER :
IRIB